
Pontianak, 22 Juli 2025 — Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) melalui Asisten Deputi Bidang Budaya, Informasi, dan Komunikasi Hukum, Setyo Utomo, melakukan kunjungan kerja ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian rapat identifikasi masalah serta upaya penguatan akses terhadap keadilan dan pemberdayaan hukum masyarakat, yang berkaitan langsung dengan pengawalan capaian Indeks Pembangunan Hukum (IPH).
Hadir dalam kegiatan ini Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat, Jonny Pesta Simamora, didampingi Kepala Divisi Peraturan Perundang-Undangan dan Pembinaan Hukum, Zuliansyah, serta jajaran. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Penyuluh Hukum Ahli Utama dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Djoko Pudjirahardjo.
Pertemuan ini menjadi bagian dari komitmen Kemenko Kumham Imipas untuk mendorong pembangunan hukum yang berkualitas, merata, dan berdampak nyata di seluruh wilayah Indonesia. Setyo Utomo dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa kehadirannya bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan aktual di daerah serta memastikan implementasi IPH berjalan sesuai dengan sasaran nasional. Ia menegaskan bahwa target IPH tahun 2025 adalah sebesar 0,69 dan harus dikawal melalui penguatan koordinasi lintas sektor.
Ia memaparkan bahwa pengukuran IPH didasarkan pada lima pilar utama, yaitu Budaya Hukum, Materi Hukum, Kelembagaan Hukum, Penegakan Hukum, serta Informasi dan Komunikasi Hukum. Pilar-pilar tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi 18 variabel dan 49 indikator sebagai instrumen ukur yang konkret. Menariknya, pengukuran ini tidak hanya dilakukan secara administratif, tetapi juga melibatkan uji sampel langsung kepada masyarakat untuk melihat sejauh mana pemahaman mereka terhadap hukum yang berlaku.
“IPH ini bukan angka semata, tapi cerminan dari seberapa besar akses masyarakat terhadap keadilan dan layanan hukum. Oleh karena itu, pengukuran IPH juga harus menyentuh pengalaman dan pemahaman masyarakat secara langsung,” tambahnya.

Kemenko Kumham Imipas tidak bekerja sendiri dalam pelaksanaan program ini, melainkan turut melibatkan kementerian dan lembaga teknis di bawah koordinasinya, serta pemerintah daerah dan unsur masyarakat sipil. Kolaborasi ini menjadi kunci dalam memastikan bahwa pembangunan hukum berjalan inklusif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Kepala Kanwil Kemenkumham Kalbar, Jonny Pesta Simamora, menyampaikan komitmen dan kesiapan jajarannya dalam mendukung penuh program ini agar benar-benar memberi dampak positif di tingkat lokal.
Sementara itu, Djoko Pudjirahardjo dari BPHN menyoroti pentingnya sinergi antarkementerian dan lembaga dalam memperkuat pelayanan bantuan hukum. Djoko juga menekankan pentingnya kehadiran Pos Bantuan Hukum (Posbakum) sebagai garda terdepan dalam penyediaan akses keadilan yang terjangkau dan berkualitas. Ia berharap, melalui koordinasi bersama Kemenko, data dan kualitas layanan bantuan hukum dapat lebih dirasakan oleh masyarakat luas. BPHN, lanjutnya, siap memberikan umpan balik dan dukungan teknis dalam optimalisasi berbagai program yang sejalan.
Dalam diskusi yang berlangsung, Setyo Utomo juga menyampaikan sejumlah isu yang diidentifikasi sebagai tantangan dalam pelaksanaan akses keadilan dan pemberdayaan hukum masyarakat di Kalimantan Barat. Beberapa di antaranya mencakup keterbatasan jumlah dan persebaran Organisasi Bantuan Hukum (OBH) dan Posbakum, kurangnya penyebaran informasi mengenai layanan bantuan hukum, keterbatasan anggaran yang tersedia, rendahnya jangkauan layanan kepada kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, anak, dan perempuan, serta belum optimalnya regulasi daerah dalam mendukung pelaksanaan bantuan hukum.
Pertemuan ini menjadi ruang awal untuk membangun sinergi yang lebih kuat antarpihak dalam merumuskan strategi penguatan hukum yang adaptif dan responsif terhadap dinamika lokal. Melalui upaya ini, Kemenko Kumham Imipas berharap dapat memperoleh gambaran objektif tentang kondisi hukum di Kalimantan Barat sebagai dasar dalam menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
