Yogyakarta, 28 Agustus 2025 — Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) mendorong penguatan sistem informasi hukum dan keterbukaan akses publik untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Hukum melalui Rapat Koordinasi Identifikasi Masalah Upaya Mewujudkan Meaningful Participation melalui Ketersediaan Sistem Informasi Hukum di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini digelar di Ruang Rapat Sekretariat DPRD Provinsi DIY, Kamis (28/8) dengan dengan tujuan memastikan regulasi yang disusun lebih transparan, partisipatif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Rapat koordinasi dihadiri oleh Asisten Deputi Koordinasi Budaya, Informasi, dan Komunikasi Hukum, Setyo Utomo beserta jajaran, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, Sekretaris DPRD Provinsi DIY, Yudi Ismono, Sekretariat Provinsi dan Kabupaten/Kota Yogyakarta, Sekretariat DPRD Kabupaten / Kota Yogyakarta, Perancang Perundang-undangan Ahli Madya Ditjen PP, Siti Opih Muhapillah, dan Kementerian Hukum Kanwil DIY.
Dalam sambutannya, Sekretaris DPRD Provinsi DIY, Yudi Ismono, mengapresiasi kegiatan yang digagas Kemenko Kumham Imipas sebagai langkah penting memperkuat tata kelola hukum di daerah. Ia menekankan bahwa ketersediaan sistem informasi hukum yang transparan dan mudah diakses akan mendukung peningkatan capaian Indeks Pembangunan Hukum (IPH) di DIY. Menurutnya, informasi hukum perlu disampaikan dengan memperhatikan perspektif masyarakat, sebab setiap kelompok memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda.
Asisten Deputi Koordinasi Budaya, Informasi, dan Komunikasi Hukum Kemenko Kumham Imipas, Setyo Utomo, menegaskan bahwa capaian IPH membutuhkan dukungan nyata dari seluruh pemangku kepentingan. “Tanpa adanya sistem informasi dan komunikasi hukum yang baik, substansi hukum akan sulit diakses publik dan tidak mendorong terbentuknya struktur serta budaya hukum yang kuat. Meaningful participation masyarakat menjadi kunci agar kebijakan dan regulasi dapat dikritisi dan disempurnakan,” ujarnya.
Setyo menjelaskan bahwa pilar informasi dan komunikasi hukum merupakan salah satu unsur utama dalam pengukuran IPH. Namun, hingga kini masih terdapat tantangan berupa keterbatasan infrastruktur hukum yang memfasilitasi masyarakat dalam mengakses basis data peraturan perundang-undangan. Ia menambahkan, pemanfaatan teknologi informasi sangat penting agar publik tidak hanya memperoleh informasi hukum secara luas, tetapi juga dapat memberikan masukan langsung terhadap proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dari perspektif akademisi, Dosen Hukum Tata Negara FH UGM sekaligus Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan HAM (PANDEKHA), Yance Arizona, menekankan bahwa partisipasi publik dalam pembentukan peraturan masih sering bersifat formalitas. “Masukan masyarakat sering tidak ditindaklanjuti secara substantif. Akses terhadap naskah akademik, draf peraturan, hingga catatan pembahasan juga masih terbatas, sehingga publik kesulitan memberi masukan yang bermakna,” jelasnya. Ia menilai, sistem informasi hukum perlu dirancang lebih terbuka, interaktif, dan kolaboratif dengan dukungan teknologi digital.
Yance menambahkan, integrasi teknologi digital menjadi kunci dalam memperkuat partisipasi publik. Pemanfaatan digitalisasi dokumen regulasi, keterbukaan data (open data), konsultasi publik daring, hingga analitik data dengan kecerdasan buatan dapat membantu memetakan aspirasi masyarakat secara lebih luas.
Sementara itu, Perancang Perundang-undangan Ahli Madya Ditjen PP, Siti Opih Muhapillah, menegaskan bahwa partisipasi publik dalam perancangan undang-undang merupakan hak masyarakat yang dijamin dalam UU No. 12 Tahun 2011 dan UU No. 13 Tahun 2022. “Proses perancangan peraturan harus bersifat terbuka agar asas keterbukaan terpenuhi dan mengurangi potensi cacat formil. Masyarakat harus diberi kesempatan luas, baik secara lisan maupun tertulis, untuk menyampaikan masukan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, DPR, dan masyarakat agar regulasi yang dihasilkan lebih responsif terhadap kebutuhan publik. Salah satu upaya yang dapat dikembangkan adalah aplikasi e-partisipasi, yang memudahkan masyarakat mengakses informasi hukum sekaligus menyampaikan masukan secara lebih efektif.
Melalui rapat koordinasi ini, Kemenko Kumham Imipas berharap upaya penguatan sistem informasi hukum dan partisipasi publik dapat mendorong peningkatan capaian IPH, sekaligus menjadi model pengembangan tata kelola hukum yang lebih inklusif dan transparan di tingkat nasional.
