Jakarta, 2 Oktober 2025 — Gelombang demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus hingga awal September 2025 di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Medan, Bandung, hingga Makassar, menyisakan catatan serius. Data menunjukkan terdapat 228 aksi di 144 kabupaten/kota dengan lebih dari 6.719 orang ditangkap dan 959 ditetapkan tersangka. Situasi ini menjadi latar penting bagi Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan untuk menggelar Rapat Sinkronisasi dan Koordinasi Pendidikan HAM dalam Kebebasan Berpendapat dan Menyampaikan Aspirasi, yang berlangsung 2–4 Oktober 2025 di Jakarta, khususnya dengan menyoroti peran Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menyampaikan pendapat.
Acara dibuka dengan laporan oleh Asisten Deputi Pendidikan HAM, Emah Liswahyuni, yang menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan memperkuat pemahaman ASN dalam merespon isu kebebasan berpendapat. “Rapat ini diharapkan menjadi panduan belajar dalam menjalankan tugas serta strategi internal, agar ASN dapat menyikapi kebebasan berpendapat secara bijaksana,” ujarnya.
Deputi Bidang Koordinasi HAM, Dr. Ibnu Chuldun, menegaskan pentingnya pendidikan HAM untuk ASN agar mampu memahami hak sekaligus tanggung jawab dalam menyampaikan pendapat. “Pendidikan Hak Asasi Manusia bukan hanya memberikan pemahaman tentang hak-hak individu, tetapi juga mengajarkan tanggung jawab dalam mengungkapkan pendapat. Kebebasan berpendapat dan menyampaikan aspirasi adalah hak dasar setiap orang, namun harus dilakukan dengan menghormati hak orang lain, menjaga kedamaian sosial, dan mendukung terciptanya demokrasi yang sehat,” tegasnya

Narasumber pertama, Julia Leli Kurniatri selaku Direktur Disiplin, Budaya Kerja, dan Citra Institusi ASN BKN, menekankan bahwa ASN memiliki hak konstitusional untuk berpendapat, namun kebebasan tersebut dibatasi oleh etika kedinasan, kode etik profesi, serta peraturan disiplin. “ASN boleh berpendapat, tetapi harus sejalan dengan nilai dasar ASN, konstitusi, serta tidak menyalahi kode etik. Netralitas adalah harga mati,” tandasnya
Selanjutnya, Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM, Endang Sri Melani, menambahkan bahwa kebebasan berekspresi penting bagi demokrasi, tetapi juga memiliki tantangan besar. Komnas HAM mencatat adanya aduan masyarakat terkait penanganan unjuk rasa yang berhubungan dengan ASN maupun masyarakat sipil. “Hak atas kebebasan berekspresi berperan penting mendorong pemenuhan hak-hak lain, namun pembatasan tetap dimungkinkan sepanjang diatur hukum, proporsional, dan untuk melindungi ketertiban umum,” jelasnya
Mengakhiri rapat, Emah Liswahyuni menegaskan perlunya sinergi lintas sektor agar ASN semakin sadar HAM, sehingga mampu menyalurkan pendapat secara tepat, bertanggung jawab, dan tetap menjaga netralitas. “Melalui pendidikan HAM, kita berharap aparatur negara tidak hanya memahami haknya, tetapi juga tanggung jawab dalam setiap ekspresi yang disampaikan,” pungkasnya.
